Minggu lalu hangout with friends! Nyari café yang cozy yang bisa buat berlama-lama ngobrol sambil ngopi dan ngemil-ngemil, plus bisa melihat dan dilihat orang yang lalu lalang *ini penting, jadi semacam parameter eksistensi manusia hedon, selain nonton konser*.
Ketemulah kita café yang memenuhi kriteria standar manusia hedon di atas. Tempatnya in the corner of the street. Meja kecil berbangku rotan empat. Adalah meja yang paling menjorok ke jalan dibanding meja-meja lainnya yang mengisi bagian luar, non smoking section café itu.
Setelah sekeranjang kecil crispy fried cavana alias singkong goreng, secawan poffertjes with honey syrup dan tiga gelas tinggi ice lemon tea memenuhi meja kecil, kami bertiga terasa makin akrab. Bahu kami saling bersenggolan setiap kali harus mencomot fried cavana, mencocol potongan poffertjes dan nyeruput ice lemon tea. *mencintai konsep meja kecil ini!*
Menikmati citarasa eksotik cemilan tradisional , sore-sore, dipinggir jalanan, dengan lampu-lampu jalan berukir yang mulai menerangi, sejenak melemparkan kami merasakan menjadi none-none jaman kumpeni tempo doeloe.
Setelah seruputan kedua, fokus pindah ke lalu lalang another manusia hedon yang seliweran. Rupa-rupa gayanya, warna warni wardrobe-nya, lenggak lenggok langkahnya, besar kecil tentengan kantong belanjannya menari dalam koreografi yang indah di pandang mata.
Lalu sore makin larut, malam terasa terlalu cepat datang menjelang. Etalase bergerak yang menari nari indah di depan mata kami tampaknya makin semarak. Makin banyak orang. Makin malam makin meriah tagline nya. Lampu jalan berukir yang berbaris rapi dari ujung ke ujung menyala semua, menghasilkan siluet indah yang jatuh di atas aspal jalanan.
Tepat di sudut belokan jalan, cerukan kecil itu, di isi beberapa anak muda dengan alat musik masing-masing, mereka membingkai suasana malam yang indah di pinggir jalan ini dengan musikalitas bintang lima. Menyanyikan lagu-lagu indah yang familiar di telinga. Beberapa orang yang melintas terlihat lipsing mengikuti alunannya. Dengan wajah gembira. Ada juga yang sengaja berhenti sejenak menikmati performance mereka. Di meja sebelah kelihatan sedang ikutan nyanyi juga.
Mereka semua terlihat amat menikmati suasana keseluruhan dari paket ini. Malam hari, lampu-lampu berukir yang menerangi jalanan, seliweran orang-orang, café pinggir jalan, friends…, and family, sekelompok band yang menyanyikan lagu-lagu yang akrab di telinga, tanpa debu, tanpa asap knalpot, tanpa kebisingan jalanan yang sesungguhnya, in the real jakarta…
Tapi ini memang terjadi in the real Jakarta. Memindahkan mimpi manusia metropolitan yang pingin banget bisa menikmati jalan-jalan di tengah kota dengan nyaman, persis adegan yang biasa mereka tonton di filem-filem barat, ke dalam sebuah seting sudut kota kecil di dalam sebuah pusat perbelanjaan.
-Tator café grand Indonesia nov,week1,2010.-
No comments:
Post a Comment