Begini ya, sebagai anak yang lahir dari orang tua yang berasal dari sumatera, sumatera bagian barat, pendidikan agama adalah prioritas utama dalam membesarkan anak-anaknya. Selain ngasi nafkah lahir; seperti makan, minum, uang jajan, baju lebaran pas lebaran tiba, seragam baru pas tahun ajaran baru mulai, di tambah hadiah tamasya keluar kota kalo nilai raport kami bagus. Jadi pandai mengaji wajib hukumnya.
Mengajinya pun haruslah di mesjid. Entah disengaja atau enggak, Tuhan menempatkan mesjid itu persis sebelahan ama rumah! Bener-bener sebelahan. persis. Cuman di pisahin ama gang senggol ukuran dua orang dewasa jalan rangkulan doang, semeteran kurang lah.
Mengajilah kami kakak beradik di mesjid, di sebelah rumah, Senin sampai Sabtu, jam 7 pagi teng tak boleh telat! Dengan keterpaksaan tingkat tinggi untuk bangun pagi setiap hari itu bikin ngaji jadi kegiatan yang gak asik buat anak seusia kami. Mengaji itu susah, jadi makin susah lagi karena diharuskan bangun pagi tiap hari.
Mana ada anak kelas dua sekolah dasar, normal, yang bisa melek sukarela pagi-pagi buta buat belajar mengaji.
Perjalanan dari tempat tidur menuju kamar mandi adalah perjalanan penjang yang melelahkan. Ditempuh dalam tempo yang slow motion dan transit di beberapa titik sofa, meja makan, lemari, wastafel, centong, asbak…*harapannya siy bisa transit dimana aja…* diiringi backsound nyokap-nyap-nyap di setiap titik, (tentunya) kayak yang menyadarkan buat pindah ke titik perhentian selanjutnya, sampai masuk kamar mandi dan… merenung manis diatas closet!
Lupa kapan tepatnya rutinitas kemalasan-mengaji-pagi itu hilang. mungkin sejak tiba-tiba noticed ada perpindahan sofa menjau dari rute kamar – kamar mandi pp. meja makan yang mendadak tanpa kursi. Centong menghilang. Dan asbak yang selalu penuh terisi abu…
No comments:
Post a Comment